saputangan putih menjadi tanda  

Penyerat Hijau

jika pada pintu sanubari birumu tak terbuka sebuah pinta tentang maaf
maka detik ini kutanggalkan semua rasa yang pernah ada dalam kata
debar suka atau sengguk duka tak sengaja yang pernah meruang
biar kulipat dalam kesendirian

dan senja nanti diujung tepi danau yang tak lagi bening
sebagai ucap pisah yang tak terangkai dalam sapa
ku tinggalkan sebingkai senyum disebongkah batu datar
dengan alas saputangan putih kusut tanda sebentuk air yang entah apa
pernah leram di rajut kainnya meski telah kering oleh silir angin

andai kau tahu sebasah apa
ketika pada saputangan itu sepasang mata terbenam
dengan sedu yang mengiris memilu
dan puisi ini tak perlu lahir
mengiringi pergiku

This entry was posted on 16.07 and is filed under . You can leave a response and follow any responses to this entry through the Langganan: Posting Komentar (Atom) .

0 Tanggapan