aku mulai paham bagaimana rindu dan janji harus kugenggam cukup di telapak tangan
dengan dada sesak, kantung mata bengkak, dan janji hanya menjelma isapan jempol di mulut kanak-kanak.
sebab sudah bukan rahasia bahwa perpisahan adalah jodoh bagi pertemuan
dan kisah kita salah satu bagian dari tubuh mereka.
aku mulai sadar bagaimana harus bangun pagi dan mengitung embun pada kaca jendela.
menyiapkan diri menitip anak mimpi pada tubuh hari yang tanpa matahari,
dan keredupan langit adalah kalut yang begitu menggenang di balik wajah tawa ketika melihat begitu mudahnya waktu berjalan sementara aku tiba-tiba pincang ketika melihat tak ada sesiapapun di sampingku.
aku mulai tahu bagaimana menghibur diri dengan rapalan doa agar senantiasa terjaga dari putus asa
atau menemui puisi mendengarkan dongeng tentang indah mimpi dari rangkaian luka dalam kata-kata.
sebab airmata tak henti mengeluh tentang masamu, ketika bunga matahari pernah tergambar di lembar kalender tahun lalu, yang kemudian hanyut oleh musim pembawa banjir di bulan kelabu desember kemarin.
-ki 100409
semakin panjang sebuah jarak
maka pikiran semakin renyah di retakan oleh cemas yang tersesat di antara rindu dan cemburu
pada bunga mimpi dan busuk kenyataan
semakin panjang sebuah jarak
kenangan dan keyakinan menjelma dilema, berjalan memutari kilasan sembari menggenggam harapan
atau berjalan kedepan menanggalkan angan yang kian kelelahan,
meski setengah negeri impian telah terbangun dalam ingatan
semakin panjang sebuah jarak
kesunyian semacam pergelaran tanpa pengakhiran di sana-sini
airmata terjebak dalam luka tawa tanpa nyawa, tanpa sesuatu yang tak menjadikannya sia-sia
ketika memandang wajah hari yang selalu berganti cuaca tak terduga
-ki 310309
to : a.i.m
selamat Tuan,
kau masih menjumpai peristiwa perulang-an tahun lagi
di redup tubuh purnama ketiga, sebuah almanak
PS : *semoga semakin sukses untuk ke depannya
salam :)
-ki 230309
pernah
suatu ketika,
malam yang lenggang
mengajakku berjalan-jalan sejenak
mencari sajak yang hilang
di pulau seberang
tempat tinggal bayang,
dan sesuatu yang tak bisa pulang
menubuh di waktu yang terus tumbuh
;Kau
-ki 230309
malam tadi, berita peringatan kita terangkum di senandung masa kini
yang terputar repeating di chanel radio lokal favoritku
Top chart no.1 lagu Minggu ini, perihal bunga meriap tiba-tiba di duapasang mata menjalar ke ruang dada
(nestafa dalam bingkai warna ria muda)
Best request song's for today, tentang persinggahan macam-macam rasa, bualan airmata dan tawa yang tertuang di labirin waktu
Tembang kenangan, perihal kisah terlindas jarak, idealis, pesimis sesat di sarang rayap mengusang dalam sepi bertajuk sendiri
-ki 200309
sebuah februari
teteskan sebulir embun rindu
pada selembar daun kering di taman hati
sebuah februari
lumerkan sebatang cokelat cinta
pada sebentuk lidah cedera di mulut waktu
190209
pada jantung kota nyamanmu detak selingkar kisah
telah binasa, sekarat terinjak sekat jarak
seraut muka meminta belas iba pada pelepah waktu
beri katup pada airmata agar tak bebas terburai
untuk sejenak menyusuri pesisir malam di kota tuamu
suasana teduh menyapa di sisi ramai jalanan
jejeran gedung-gedung usang saksikan
sepasang kaki berjalan tersaruk-saruk lunglai
raut lusuh kenyang menganyam kenang
setiap sudut angkringan remang
jamukan pekat pahit di segelas susu jahe yang terteguk
aroma pedih kesendirian terbungkus di pincuk-pincuk nasi sambal
lalu lalang bayang temaram
memarkan rindu hinga biru lebam
ada hembus nafasnya menyatu bersama angin
menerpa muka sendu tergugu bersama hening
kelu membeku utuh di rongga-rongga dada
menuju usai lara ingatan jelang sang pagi
dalam senandung rindu yang tercipta pada dada
deru pun menggalau dalam pucat raut kelu yang memenuh sukma
kendala sang layang tak jua beralamat tepat
menyusuri kutipan tanda tanya di balik cerita lalu
tentang pesinggah yang menyisa luka
dirimbun rasa yang tertanam kepadanya
setelah musim menjatuhkan nikmat lara
dalam hening kesendirian pada lautan jiwa
kapankah perahu yang terdamba kan berlabuh
pada dermaga hati yang menanti
tentang ritual kita
kala lalu
;
mendengar reranting patah
mengumpulkan dedaunan kering
meraba desir angin yang berhembus
menebak-nebak akhir mendung
apakah hujan akan turun ?
karena terkadang langit menipu
sebentar matahari murung
sebentar kemudian senyum
usai tiga purnama terlewati
ritual terabai terlupa
perlahan
tergerus arus waktu
dan pagi ini aku rindu ritual
ahhh...! sayangnya kenapa yang tertebak
bukan tipu-tipu si hujan
tapi kebenaran tentang sendiri
yang jelas bisa ditebak
karena kita telah tiada
:pah
tak sama pun denganku
kau hanya menatap
reratapan
ratap tentang perginya rasa
setelah lama menjelma sebagai nafas
di antara kita
pergantian musim yang di lalui
kemarau juga penghujan
yang tersemai tak jua kau petik
sedang bunga mulai melunglai layu
daunan telah kuning mengering
batang dan ranting rapuh runtuh
masa yang tiada bertepi
janji tinggalah janji
bila bayang hilang
racau mengacau
kalut membalut
di ruang sepi hari
terikat sedan
tertikam gamang
lucuti nyaman
di sela relung hati
keruhnya sumur rasa
menyisa jemu keluh
terbelah batu ingin
mencipta muara bening
pada pemilik mata sayu
kutitipkan asa
agar bayang nyata
untuk selamanya
: Ino
Di mata sayu-mu
aku tanam rindu
berpagar tawa
harap rekah cinta
meski sering tertumbuhi
rumput luka tak tereka
di tanah sekitarnya
amarah menjelma kilat
airmata sebagai hujan
pengertian sebagai mentari
dan percaya sebagai pelangi
di mata itu
berharihari kabar tak kau sirami
senyum kau siangi hingga habis
airmata mengering
luka semakin busuk
rindu semakin layu
sebentar lagi mati....
mencipta muara
membenam murka
yang memaku
yang membeku
yang membatu
tersudut pada masa
tergugu pada sedu
terdiam dalam bala
yang menggenang
seribu asmara
seribu lara
semua fana
......................................................
:Setengahku yang masih menjadi harap
dikantung matamu ku lihat gelap dan sayu
menandakan lagi-lagi kau menunda pejam
bergerilya dengan malam menghambur pada laju citamu
berteman inspirasi dan teori di sana kau tenggelam lelap
diwajah kuyu dan kurusmu dengan sebatang rokok
yang selalu kau hisap itu, memacu rindu yang telah penuh
kusimpan pada ruang yang tak bernama
yang disana hanya tersimpan satu nama dan itu tentu namamu
ditawamu yang mengalunkan rindu menawarkan canda
yang hangat memikat menulariku dengan kegilaanmu
menumbuhkan suka yang menjadi rasa pada fikir yang terpajang gambarmu
dimatamu yang sendu itu aku selalu merasa kenyamanan
dipelukmu kurebahkan penat kau gantikan dengan kecupan yang pekat
membasuh keluh yang kadang menumpuk lelah di dalam kisah
dengan lagu ninabobomu yang merdu, terkadang mata berkaca-kaca
menabuh haru yang sering berseru setelah ada temu di antara kita
Jarak yang memisah wajah, tawa dan canda
Waktu yang belum kita temu untuk bersua rasa
Pada langit ketujuh kita bawa rindu yang ada
Dengan gelora syahdu kita meruang didalamnya
mata yang berkaca-kaca
dan tawa ditempatnya
untuk tetap mempertahankanmu
dengan setia jadi lakuku
Kembali menikmati sore dikota banjarnegara
yang mengapit kenangan
dan mengulas sekelebat kisah
Wajahnya kini tak lagi serupa
atau aku saja yang menilainya dengan beda
sedang sama adalah sebenarnya
Dikota ini terdapat rasa
yang menggantung dihati
membebaniku
Sebentuk rasa yang menggumpal
saat aku sejenak bersinggah
dan kujumpai kau disini.
Sebatas jumpa yang lahirkan rasa
entah suka atau apa
pada nyatanya aku kembali menantinya
berharap ada jumpa untuk yang kedua
Apa yang kita punya, mau di bawa kemana..? sedang disana kamu masih saja menggaris besari egomu.
Label Kata
- Berada dalam kesintingan (20)
- Bermain kata dengan Resta Gunawan (2)
- catatan ga_perlu_tau mulai lagi (1)
- Dalam Riang (17)
- Dalam tulisan (34)
- sehelai kertas tertawa dengan lelaki senja (12)
- Sekedar berujar (39)
- Sekedar menanam kata (39)
- sekedar rupa-rupa (2)
- Setengahku (21)
Teman
Mengenai Saya
- Hijau
- Kota Senyum, Jawa Tengah, Indonesia
- Saya hanya perempuan yang ingin mengolah kata meski masih sangat Dini.. dan hanya seperti ini saja