Tampilkan postingan dengan label sehelai kertas tertawa dengan lelaki senja. Tampilkan semua postingan

menjauh  

Penyerat Hijau

menjauh
dari ladang mu
benarnya hendaki terbang
lenggang melesat kilat

namun sayang..

sepasang sayapmu tak kau tinggal
hanya tumpukan kenang
kau lekat kuat di punggung
pedih

hingga masih saja memaksa
sepasang kaki lunglai
menopang tubuh berjalan
perlahan
jauh..

seusai kemarin  

Penyerat Hijau

membaca wajah langit malam ini
pendar bintang meredup
tak segemerlap seperti hari kemarin
begitu remang menuju pekat

romantisme diam
telah melelapkan detik ke dalam mimpi
di perundakan malam
kata-kata menghilang tanpa jejak

jendela rapat tertutup
dinding membungkam suara
udara mengeja hampa
menyendatkan helai-helai nafas


>>letih memaksa memilih sebuah pilihan dan inilah yang terpilih<<

sudahlah  

Penyerat Hijau

baiknya
tak perlu batas waktu kau tunggu
di rentangnya
bukankah aku telah kau bunuh
di kepalamu !!

mungkin  

Penyerat Hijau

setelah sapa
mempertemukan kata dalam puisi
membunuh malam dengan penggal cerita dan tawa
tinggalkan larik-larik catatan juga tinta dalam sketsa
di atas meja rias kamarku

mungkin
bagimu batas singgah
telah cukup sampai senja nanti
dan ketika petang di palung dada
satu persatu rautku kau cincang
tanpa sisa kau buang ke lumpur hitam
dan namaku tanggal perlahan dari hatimu
jatuh menuju tanah

angin  

Penyerat Hijau

cukuplah
jika rautmu kutemu dalam batas singgah
hembusmu telah sapu
segala serpihan yang tercecer

datangmu
adalah anugerah
menyingkap batas kesah
pudarkan penat
yang terasa pengap

hingga
sepeninggalmu
silir telah ruahkan aroma segar
di batas ini

andai  

Penyerat Hijau

andai nanti
perjalanan sesaatmu,
mengusangkan aku
di balik telapak kakimu
dan aku tak mendapati kembalimu
untuk secuil sapa

ijinkanlah aku
merangkai rindu untukmu
meski hanya di balik barisan puisi
dan ribuan pesan bisu
di kotak kekatamu

ingin  

Penyerat Hijau

jika saja
mata tak terpancang jarak
dan sapa tak hanya lewat ujung kata

sesungguhnya
ingin kualamatkan kecupan di telapak tanganmu
berbalas bibirmu mengecup ubun rambut
sembari membisikan doa panjang
untuk sang langkah yang masih belum tegak

sebab pagi nanti
waktu mungkin menanggalkan namaku
di kepalamu

dan ingin ini
tak pernah bisa tersampaikan
padamu

larung murung  

Penyerat Hijau

dipekat malam
seonggok jiwa tercenung
luka melawat garis tangan
terbenam di hampa ruang yang terselebung sepi
meniti arus masa dengan kaca buram yang suram
arungi perjalanan rasa citakan sanding peraduan sejati
abadi kasih umpama sujud bakti pada illahi

pagi menjelma
singgah di ujung mata
segumpal awan merekah indah
sembulkan sepucuk raut berseri ditengah kerontang padang
suara parau tembangkan sisa rasa
sejumput ilalang bergoyang seirama desau nada angin
songsong embun yang kan kilaukan batang tubuhnya

matahari baru
sapu remahan mendung kelabu
melarungkan murung pada udara jernih yang meruang
torehkan warna segar di palung jiwa
di terangnya ada jejak hela nafas lega
akhir rundung kabung yang terapung musim lalu

menanti  

Penyerat Hijau

hujan baru saja mulai menggantung
tepat tengah malam
hidangkan raut gigil dan secangkir kopi beku
selarut ini mata masih tajam mengawang
belum satupun kantuk menyergap lelah yang sembunyi

sedari bada isya tadi
masih kutunggu kau mengetuk pintu
membawa pesanan sapa ku..


ps: sampe tlisan ini di post masih lum ada kabar?!!
CPD bgt!! T_T

kau putuskan tak lagi bersisian  

Penyerat Hijau

setelah beberapa purnama
usikmu menggelayuti
menindih langkah mengarah
mengeja tiap kata
meraba terka
benar salah :
bentuk sahaja
dimana catatan
tercecer
menyisa perangah

lalu

pagi tadi ketika matahari tunaikan janji
menyinari seisi bumi
kau sisipkan untai kekata
di terangnya
tentang malam
yang
menutup pintu renung
kembali pada pekat
tanpa arti
mutlak

mulai dari nanti

ketika senja tiba
kembali nyata
adanya sendiri

Entahlahhhh...  

Penyerat Hijau

Mulutku selalu saja mengapit lelap diam
hingga tak pernah ada suara atau bunyi yang terjaga pada cakap kita

jemari selalu saja patah setiap kali mencoba merangkai tutur
pada catatan ketika melihat sosokmu dalam remang


dunia kita memang tanpa mata hanya berjejal kata
disetiap sudutnya
tentang hitam putih, siang malam,dan harmoni dalam kehidupan
penamu tak pernah berhenti menyelinapkan makna berbungkus kata
tak sederhana jika mataku yang membaca

kesahajaan dalam ujaranmu tentang gambar diri
jelmakan cermin dalam setiap gerak

ahhhh akankah kau lelah bacakanku dongeng tegas tentang pengembaraan ini
pencerahan tanpa intervensi pribadi
doa-doa di jeda mimpi
entahhlahhh....

Post Meridian  

Penyerat Hijau

nurani yang terlupa
kiranya kau telah rebah dalam nalarmu
atau pulas dalam melupa

jika kertas terabai kosong
mungkin ini malam terpendek dari malam sebelumnya
atau hambar meresap tanpa kunang-kunang

fikir bukanlah rasa
rasa bukan apa tanpa makna

sadar
kesadaran memakna pada tindak
dan tindak seutuhnya harus dengan sadar
sebelum sesal menampar
mengalirlah wajar
biar jadi telaga kesaksian
menggenang dan terbaca

bukankah tiap pohon berbuah
atau sengaja buah tak dicipta
supaya tak ada bekas jejak

siang malam adalah pergantian
tanda bahwa waktu tak diam
kenapa tarian waktu kau mainkan
sudah begitukah

atau bagian dari permainan
maaf haruskah selalu
cukupkan langkah kembali
kalau terima kasih

juli sore : agust