Hari Terakhir di 2008  

Penyerat Hijau

Happy New Year Everyone! May 2009 be a blissful one to you!

pagi esok rona baru semoga ku temu
terang mewarna setiap sudut hari
semoga semua hal terbaik berada di tahun 2009
dan aku mampu merengkuhnya
begitupun kalian semua
amiennn...
-Ki-


http://www.taktiku.com


Tahun baru: http://www.taktiku.com

tuju terang  

Penyerat Hijau

seraut jiwa tegap tegas
jabarkan satu persatu reniknya
berjalan mencari terang
bukan akan tapi selalu
rebahkan harap ke pangkuan langit
hingga dekapakan terasa semakin hangat
leram dalam eramnya

dalam setiap detik
urainya selalu saja berderai
kedip masa lalu dan siluet masa datang
memekak indra
mengirimkan sulur-sulur
pada ilalang yang tak berkembang
di rimbun padang
remang

*post di My kapasitor juga

welcome  

Penyerat Hijau

selamat datang
dilautan luas perduli tanpa paut janji
serapah ingkar tutup muka dengan jemari bergaris makna
suara detak kan meruah mengusung gelora di rimbun kata
palu kita selalu milik alam

berjalan kita tanpa bola mata
rasa yang menyawa di jalan-jalan gulita
hanya sisa regang pasrah
mewujud tiang tatap teguh
berakar sama dasar

buncah tawamu pendam setumpuk muram yang jelaga
izinkan kusuluri hawa hangat di ruas dinding dingin
yang memekatkan perih luka nganga fana
singgahlah kemari
di maya keselarasan rasa kubuat nyata
menemanimu

:)

menjemur kenangan  

Penyerat Hijau

coba tarik sedikit garis bibir
biar kulihat gurat senyum
di raut manjamu yang tampak muram
pagi ini

sebentar hilang sebentar datang
padahal di halaman tumpukan jubah
berbaris-baris kedinginan
menunggumu

lihat lihat
angin mengajak mereka bercanda
di hembusnya kencang lalu diam
angin tampak senang
melihat mereka bergelinjang
dengan gelitik nakalnya

ahh.. kenapa murungmu tambah akut
mukamu tertutup kedua tangamu
jelma awan kelabu
gelap!!
tanpamu

sejenak kemudian
gelisahmu menitik
pamerkan nyalang gulana
di tiap titik merintik

dan lagi
tergesa-gesa
aku mesti cepat selamatkan
jubah-jubahku
dari rimbun tangismu
yang kian menjadi

padahal
kau cukup tahu
aku muak tetangismu
jubah-jubah tak kering
semakin basah
pun meresapkan biru
di sisik tanda mata waktu

sepasang kaki  

Penyerat Hijau

mencoba berlari
ke bibir hilir
mencari sepi dan dingin
terus bergilir

pun perlahan berjinjit
ke batas hulu
memikat nyawa pada rasa tawa
serba berambigu

sepasang kaki kurus
menampung letih
berpijak ragu
meniti siluet bayang
menuju rona seraut rupa
jangkau gemerlap bintang
di bening matanya

*post di My kapasitor juga

menjauh  

Penyerat Hijau

menjauh
dari ladang mu
benarnya hendaki terbang
lenggang melesat kilat

namun sayang..

sepasang sayapmu tak kau tinggal
hanya tumpukan kenang
kau lekat kuat di punggung
pedih

hingga masih saja memaksa
sepasang kaki lunglai
menopang tubuh berjalan
perlahan
jauh..

seusai kemarin  

Penyerat Hijau

membaca wajah langit malam ini
pendar bintang meredup
tak segemerlap seperti hari kemarin
begitu remang menuju pekat

romantisme diam
telah melelapkan detik ke dalam mimpi
di perundakan malam
kata-kata menghilang tanpa jejak

jendela rapat tertutup
dinding membungkam suara
udara mengeja hampa
menyendatkan helai-helai nafas


>>letih memaksa memilih sebuah pilihan dan inilah yang terpilih<<

sudahlah  

Penyerat Hijau

baiknya
tak perlu batas waktu kau tunggu
di rentangnya
bukankah aku telah kau bunuh
di kepalamu !!

mungkin  

Penyerat Hijau

setelah sapa
mempertemukan kata dalam puisi
membunuh malam dengan penggal cerita dan tawa
tinggalkan larik-larik catatan juga tinta dalam sketsa
di atas meja rias kamarku

mungkin
bagimu batas singgah
telah cukup sampai senja nanti
dan ketika petang di palung dada
satu persatu rautku kau cincang
tanpa sisa kau buang ke lumpur hitam
dan namaku tanggal perlahan dari hatimu
jatuh menuju tanah

angin  

Penyerat Hijau

cukuplah
jika rautmu kutemu dalam batas singgah
hembusmu telah sapu
segala serpihan yang tercecer

datangmu
adalah anugerah
menyingkap batas kesah
pudarkan penat
yang terasa pengap

hingga
sepeninggalmu
silir telah ruahkan aroma segar
di batas ini

andai  

Penyerat Hijau

andai nanti
perjalanan sesaatmu,
mengusangkan aku
di balik telapak kakimu
dan aku tak mendapati kembalimu
untuk secuil sapa

ijinkanlah aku
merangkai rindu untukmu
meski hanya di balik barisan puisi
dan ribuan pesan bisu
di kotak kekatamu

ingin  

Penyerat Hijau

jika saja
mata tak terpancang jarak
dan sapa tak hanya lewat ujung kata

sesungguhnya
ingin kualamatkan kecupan di telapak tanganmu
berbalas bibirmu mengecup ubun rambut
sembari membisikan doa panjang
untuk sang langkah yang masih belum tegak

sebab pagi nanti
waktu mungkin menanggalkan namaku
di kepalamu

dan ingin ini
tak pernah bisa tersampaikan
padamu

apa lagi ?  

Penyerat Hijau

apa lagi yang bisa kuucap
sedang kebenaran pun tak akan kembalikan pelukmu
kau terburu -buru mengetukan palu di jeda diam kita
dan aku sibuk mengemasi murka yang kupendam
hingga telinga tuli sementara
saat kita saling bertemu muka
dan suaramu hanya serupa kepulan asap
perlahan sirna
tak berasa

hampa  

Penyerat Hijau

akhirnya pertemuan
hanya menyisa punggung sebagai muka
semakin mengecil di hadapan bola mata
lalu hilang terbasuh butiran bening airmata
perih pun menyempitkan ruang lapang di dada
hampa

curhat  

Penyerat Hijau

sahabatku
malam ini ku tatap bulan bersaput awan tipis
serupa renggang kita, meredam diam sembari memeluk murka
entah di bagian mana pekat, tak saling kita pahami
hingga tak tahu bagaimana cara mengakhiri

sahabatku
angin bilang rindu pada kita
pada jendela yang biasa terbuka
dinding yang merangkum sunyi
dan kata keluar masuk seenaknya

sahabatku
lihat rautku kali ini
tampak tak seperti biasa
sebab kantung hitam
tak lagi bergayut di kelopak mata
berganti butiran bening mengalir tak henti

lupa cara menulis surat setia untukmu  

Penyerat Hijau

ku maksudkan ini sebagai surat
yang acapkali kau pinta setiap tiba purnama
di secarik kertas ini
tuliskan berbaris-baris kalimat

sudah kucoba untuk mengingat
bagaimana letak susunan juga isi surat
seperti biasanya kukirim padamu
tapi aku lupa kali ini!

sungguh tak sanggup mesti mengurai lupa ini
terlalu rumit ku paparkan dengan bentuk kata
kenapa mesti lupa dengan kebiasaan

barangkali memang tak ada kesetiaan untuk ingat
atau melupa untuk setia adalah biasa
bisa juga setia adalah terbiasa

baiknya begini saja
anggap saja ini surat dariku seperti biasanya
agak aneh memang

tapi coba kau cari saja sendiri
kenapa aku tiba-tiba menjadi aneh
lupa cara menulis surat untukmu kali ini

gelagat  

Penyerat Hijau

tersenyum atau tataplah tuju adaku
sebagai isyaratmu dalam bentuk laku
agar mampu endapkan resah yang melanda
ketika setitik rasa sambangiku
getarkan rongga-ronga dada
untai bait-bait rindu di sisi malu
yang terasa mengganggu
di jumpa kali ini
membentuk gelagat kaku
yang tak terpapar dalam ucap
terbacakah tanda-tanda ini
ketika bibirku hanya terkatup
memendam deru asmara yang menggelora tak terungkap
dan jemari munggil berharap mampu raih hati
engkau sang terdamba sebagai kekasih pasti

10.nov.08