kau  

Penyerat Hijau

kau dalam sebuah dada
serupa kerak ampas kopi
di cangkir yang retak


290109

kamu  

Penyerat Hijau

puisi gagu
jeritan rindu
di catatan waktu


270109

mula  

Penyerat Hijau

akhir tiada
menjadi ada
sebuah masa


270109

tatap mata  

Penyerat Hijau

kala mata beradu
tatap meminta bisu meraja
merintikan malu di tiap kilas pandang yang melesat
serupa hujan panah tajam
menusuk dada
lagi..lagi..lagi..

lalu pada sepersekian detik berlalu
tingkah mengusar
kau semakin sering menangkap gelagat sipuku
aku sungguh malu

ribuan bebunga tiba saja merebak memenuhi ruang
beraroma terang serupa kunang
lalu lalang mendadak lenggang hanya ada kau dan aku
dalam kelit ambigu sang waktu

bertaut pada gelombang diam yang menggema ruang
batas cengkrama kita cakupkan alirnya pada garis desir
cukup mencecap rasa tanpa kekata
romantisme diam yang mempesona

200109

potret remaja  

Penyerat Hijau

gambar-gambar berbicara dalam usang tentang kenangan
kisah pacar pertama sepasang monyet
meski kita tersebut sebagai dara

masih tersimpan lekat di kepalaku
kala kita sisakan jejak pada hamparan teh yang begitu luas di satu kota
binar remaja menjelma bara pada setiap tawa dan kata
lautan hijau di mata meminta kita untuk terus menghela udara
mengejar mimpi dalam sangkar cita yang masih berwujud entah
waktu terseduh dengan poci berisi teh dan segelas gula batu juga cerita
gurat senyum dan bias rupa ria mengambang di dasar ampas teh kasar
berlalulah kita dari sana usai lelah hamburkan suka

masa terus bersinambung menuju dewasa lalu nanti mulai merenta
seulas senyum selalu saja menggores tiap lembar gambar
hayati tiap potong wajah sembari melipatnya dalam ruang dada
tentang satu potret masa remaja istimewa kita

cheers!!... :)

200109

bicara kepada-mu (israel)  

Penyerat Hijau

entah, apakah idealismu bersyarat banjir darah
dari hujan roket, peluru, ranjau dan keserakahan-mu
jelma genangan mayat yang berserakan
tanpa paut pekat dosa dan pahala carut marut-mu

bumi lebur tanpa etika dan moral dalam angkara murkamu
suara kepedihan mencekam
taburan aroma anyir nganga luka
menyengat di setiap sudut kota Gaza

nestapa tampak nyalang di raut muka Gaza
kehilangan adalah saudara jauh hanya sesekali datang
mendadak menjadi kekasih setia menghampiri
merenggut bagian terkasih di hati yang tengah cedera

suasana tampak hitam mengenaskan
merah sebagai warna amarah luka ketakutan kepasrahan
nyawa serupa debu setitik noda di mata-mu
sedang untuk kami satu nyawa adalah harapan perdaban


140109

arti kata buat kita  

Penyerat Hijau

arti sebaris kata cinta
mendekap kaku kita
di antara linang air mata


140109

perihal catatan yang terbuka  

Penyerat Hijau

pekat mengawan dingin memekak kalut
senandung malam kirimkan derap senyap picisan ke bait-bait sajak

membaca hitam tulisan tangan
sebuah elegi perjalanan kenyataan

langit-langit kamar gantungkan sepetak gambar samar
resah menggulana usik hasrat pejam dari puncak lelah

perihal dada : kepermanenan porak poranda sisa persinggahan lalu
antarkan kepingan rindu manja yang kisruh riuh mengaduh

seketika bola mata nyaris tenggelam
di laut yang mendadak merabung pada pelupuk

aku terasing di kedalaman diam
mencari keberadaan pembuat huru-hara pembuka catatan waktu


140109

pertemuan  

Penyerat Hijau

setelahnya
dengan segera
kularung segala rasa
yang datang dengan tiba-tiba

tak lagi hendaki sia
menjadi sebuah sisa
duka
pada akhirnya


120109

berserah akhir  

Penyerat Hijau

usai ribuan sajak merangkum sipu sapa
pada hamparan ruang beralamat remang
kerinduan beradu mata mengetuk pintu
menandangkan henyak sadar di pelataran nurani

galau bergerilya disudut tenang
menancapkan onak pada setiap laju detik
paksa kesepian menari sunyi
jemari tak berdaya belai seraut rupa

dalam ambang ini jarak mewakili kuasaNya
ranum debar dalam hati perlahan meneduh
setia memintal harap dan tengadah padaNya
terbangkan asa tak hendak memaksa

120109

dia  

Penyerat Hijau

selalu saja rindu untuknya membentuk kata
: sebuah puisi


120209

musim-mu  

Penyerat Hijau

musim ini begitu beku
dingin yang begitu angkuh
terlihat dari paras hujan kaku
tiap kali ia berkunjung tanpa pemisi
tak sedikitpun hangat luruh dalam senyum

aku yang masih mengibarkan bendera putih di dada sebelah kiri
dan ratusan kabar luka di setiap kata
sejauh ini masih enggan angkat kaki dari pijakan
terpancang dalam lilit kelu
kebekuan semakin membatu
tak sanggup kucairkan dengan rupa yang bukan kamu

120109

suatu malam  

Penyerat Hijau

kilau bintang bertebar di setiap sudut
terang meruah tampak megah
kata perkata tampak begitu bunyi
ternikmati
suaranya nyata menampakan raut-raut ria
di belakang gubuk remang
mata-mata yang berjelaga
menautkan arah pada sebuah bara
tertumpangi bertusuk-tusuk irisan daging mentah berbumbu
aroma nikmatnya membalut tawa di setiap kibasan angin
memenuhi dada dengan udara sangit dan debu malam
sengaja ingin di hirup panjang
agar remahan mendiami ruang
yang setiap saat dapat mereka ingat
ungkap kembali makna sebuah malam
dengan ujung harapan tentang doa usia cita
yang akan bertanggal setiap tahun berganti
apakah masih akan lagi menemukan sesuatu
di suatu malam lainnya ?

040109

malam TahBar  

Penyerat Hijau

kunikmati kamu seperti biasa saja
tanpa bising terompet
pun silau nyala bunga api

hanya duduk di beranda
berdoa sembari berkaca
pada pelepah masa

menahan air mata
dan tawa tanpa suara
esok semoga tampak beda

bosan  

Penyerat Hijau

sebuah titik sepi
mulai merengkuh diri
ketika kita tengah duduk berpelukan di beranda
aku hanya meraihmu samar

rasa di dada berguguran
bagai dedaun kering
terbang terbawa semilir angin
hilang

bahkan jemari pun tak pandai lagi
menjelmakan puisi yang kau minta
barang untuk satu rindu atau amarah
kepadamu

pisah  

Penyerat Hijau

di pertemuan ini
kau hidangkan diam sebagai ciuman
tak ada aku di tatap matamu
dan kehambaran mengirim getar
di pucuk kegamangan menuju arah

di dalam puisimu kau mulai menjauh
juga perlahan kulihat langkahmu mengikutinya
perasaanku bilang
beranjakmu bukan untuk sejenak
mungkin sepenuhnya arti kata tersebut

jeda  

Penyerat Hijau

di sebuah jeda
diam tampak mengagumkan
ajak nurani dan logika berpelukan
setelah sekian lama bermusuhan
pada sepasang mata
yang letih mengendapkan malam
dengan kebimbangan