larung murung  

Penyerat Hijau

dipekat malam
seonggok jiwa tercenung
luka melawat garis tangan
terbenam di hampa ruang yang terselebung sepi
meniti arus masa dengan kaca buram yang suram
arungi perjalanan rasa citakan sanding peraduan sejati
abadi kasih umpama sujud bakti pada illahi

pagi menjelma
singgah di ujung mata
segumpal awan merekah indah
sembulkan sepucuk raut berseri ditengah kerontang padang
suara parau tembangkan sisa rasa
sejumput ilalang bergoyang seirama desau nada angin
songsong embun yang kan kilaukan batang tubuhnya

matahari baru
sapu remahan mendung kelabu
melarungkan murung pada udara jernih yang meruang
torehkan warna segar di palung jiwa
di terangnya ada jejak hela nafas lega
akhir rundung kabung yang terapung musim lalu

singgah di ' YK '  

Penyerat Hijau

pada jantung kota nyamanmu detak selingkar kisah
telah binasa, sekarat terinjak sekat jarak
seraut muka meminta belas iba pada pelepah waktu
beri katup pada airmata agar tak bebas terburai
untuk sejenak menyusuri pesisir malam di kota tuamu

suasana teduh menyapa di sisi ramai jalanan
jejeran gedung-gedung usang saksikan
sepasang kaki berjalan tersaruk-saruk lunglai
raut lusuh kenyang menganyam kenang

setiap sudut angkringan remang
jamukan pekat pahit di segelas susu jahe yang terteguk
aroma pedih kesendirian terbungkus di pincuk-pincuk nasi sambal
lalu lalang bayang temaram
memarkan rindu hinga biru lebam

ada hembus nafasnya menyatu bersama angin
menerpa muka sendu tergugu bersama hening
kelu membeku utuh di rongga-rongga dada
menuju usai lara ingatan jelang sang pagi

patah hati  

Penyerat Hijau

kini kepatahan bertandang ke halaman rumah puisi
juga persimpangan jalan tempat sapa menjumpa hangat
dalam leram berbatas kata
langkah kaki rindu terkantuk kerikil lara
perlahan mimpi buruk semakin nyata
sepi pun terus berjaya memimpin sunyi
menindas suara tawa
lalu memasukannya ke lemari berpintu besi
lelehan airmata mewarnai peristiwa
ratap miris bersanding kecewa
waktu selalu menyisakan pelepah pahit
pada detik jelaga yang semakin sempit

menanti  

Penyerat Hijau

hujan baru saja mulai menggantung
tepat tengah malam
hidangkan raut gigil dan secangkir kopi beku
selarut ini mata masih tajam mengawang
belum satupun kantuk menyergap lelah yang sembunyi

sedari bada isya tadi
masih kutunggu kau mengetuk pintu
membawa pesanan sapa ku..


ps: sampe tlisan ini di post masih lum ada kabar?!!
CPD bgt!! T_T

CLBK  

Penyerat Hijau

mari kembali bersama
saling berjanji mengikat hati
ke puncak mimpi
tak usah sangsi
meski pagi telah berganti
tak lagi sama seperti kemarin

jika kau hendaki
selepas ini
kau ku hampiri

mari..

Sementarakah  

Penyerat Hijau

terjejak sebuah jarak panjang
pada langit yang terbiasa berawan
udara terhirup pelan dan dalam
buang sesak yang terselip didada
selalu saja ada rahasia yang terkuak
dari rentetan perpisahan
sepi yang diam-diam menyingkap
kerinduan sekeping hati
pedih membungkam sesapa
hanyut terabai bersama masa
hapus kata yang pernah menyerta
sementara seperti biasa
atau ini memang akhirnya

harga  

Penyerat Hijau

berapa nominal yang mesti aku pasang
dari sebuah kalkulasi rasa atau kata
semua yang terjelma haruskah ada alasan
pun hati punya cara sendiri tuk memaknai siapa
mungkin tak berharga juga adalah sebuah harga
dari pemahaman atau sangka
lalu harga apa ?

maaf  

Penyerat Hijau

apakah memang tentang kita?
sedang makna masih saja menjadi tanya
iringan kata di persimpangan sangka
apakah terlihat oleh mata

sisi itu tak cukup menunjukan jawab
memahami bahasa agar percaya
terlampau sulit untuk ku

salah ?

kertas bukan hati  

Penyerat Hijau

kepada sang lelaki yang menebar benih kesahajaan
pada sanubari yang masih berjelaga pada berwarna-warni duniawi
kaitkanlah saja umpama pada kertasmu yang bertebaran penuh tinta
deru yang terbawa biar waktu yang menghakimi
sampan pada laut yang terombang-ambing itu biarkan saja berkeliling waktu
intaian laju badai dan putaran air mengalir telah ia pasrahkan
pada suatu titik kekal di mana sampan pun dapat sekilas terhapus hilang entah kemana
kalaulah memahami telah sulit maka menjadi bijak akanlah semakin sulit
sebab ego menatahkan keeksistensianya lalu hanya cela dan ketidaksempurnaanlah
yang membias pada titik ukur kepercayaan
kertas hanyalah sebuah kertas menjadi sesuatu tetaplah hanya sebuah kertas
bukan penunjuk intuisi

saputangan putih menjadi tanda  

Penyerat Hijau

jika pada pintu sanubari birumu tak terbuka sebuah pinta tentang maaf
maka detik ini kutanggalkan semua rasa yang pernah ada dalam kata
debar suka atau sengguk duka tak sengaja yang pernah meruang
biar kulipat dalam kesendirian

dan senja nanti diujung tepi danau yang tak lagi bening
sebagai ucap pisah yang tak terangkai dalam sapa
ku tinggalkan sebingkai senyum disebongkah batu datar
dengan alas saputangan putih kusut tanda sebentuk air yang entah apa
pernah leram di rajut kainnya meski telah kering oleh silir angin

andai kau tahu sebasah apa
ketika pada saputangan itu sepasang mata terbenam
dengan sedu yang mengiris memilu
dan puisi ini tak perlu lahir
mengiringi pergiku

kenangan memaku waktu  

Penyerat Hijau

titik sunyi tak bercelah memekat aroma tetap
tajamnya ingatan menikam kepala bertubi-tubi
nyeri meraung, lara meruang menyiksa
mengarak limbung sepercik murka berselaput rindu menuju hati
meredam bongkahan luka terpaut pada sosok mata sayu

air pada mata kering, lumut rimbun ditepian pelupuk
racau ini hening terkantuk kenang biru asmara
apakah layar hitam yang kan terbawa sampai nafas habis
jika jelaga mentari senja dan purnama pun terabai pejaman mata
peka terkubur gamang yang tumbuh subur ladang jiwa

menjalani perjalanan  

Penyerat Hijau

kami berjalan pada titik luka
dimana langit telah mencatat rincian akhir mutlak kemana arah melangkah
meringkuk disudut bumi menepi atau meraih bulan berada dalam bening pendarnya

sabda alam selalu coba kami baca sebagai tanda
dalam lingkar cerita sebagai mahluk bernama manusia
kami membawa senyum sebagai pelangi
dan hujan sebagai duka

selalulah waktu yang tergenggam pada jemari kami
menjadi detak yang membawa ke masa berikutnya; rahasia
dan mengusangkan titik sebelumnya; kenangan

merindu  

Penyerat Hijau

dalam senandung rindu yang tercipta pada dada
deru pun menggalau dalam pucat raut kelu yang memenuh sukma
kendala sang layang tak jua beralamat tepat

menyusuri kutipan tanda tanya di balik cerita lalu
tentang pesinggah yang menyisa luka
dirimbun rasa yang tertanam kepadanya

setelah musim menjatuhkan nikmat lara
dalam hening kesendirian pada lautan jiwa
kapankah perahu yang terdamba kan berlabuh
pada dermaga hati yang menanti

jalan buntu  

Penyerat Hijau

dan lalu sebuah rasa mengada di balik raut kita
yang berbatas pada seutas benang pembagi tawa tangis
mengakui rasa setelah meredam dalam diam
sebagai langkah terbaik untuk sekian waktu
agar tak ada lara yang kita jamukan dalam perjumpaan
waktu sebagai pihak pendamai berbaik hati melepaskan ikatan diam
pada bibir kita yang tak pernah saling mengucap kata
akan tetapi dia menuntut perpisahan kita setelahnya

doa dalam restu  

Penyerat Hijau

pancaran doa dalam restu tak terbias dalam kisah
adalah itu menjadi batas langkah sering terhenti
membentuk kepincangan awal luka meraja
mendera pada dada para pelaku cinta
setelah asmara terajut dalam ketulusannya
berbagi keiklasan kasih dan saling menggenggam rindu
dalam lintas waktu yang tak semata
maka mengaitkan satu pilihan untuk kepastian
adalah bagian tersulit untuk ujung sebuah pertemuan
jikalah lara kala perpisahan adalah jalan menuju bias itu
maka terberkahilah nikmat luka
setelah menelan bulat-bulat getir pahit
melupa pada yang tercinta
untuk sebuah doa mencapai surga

sakarepe waelah ya!!!!  

Penyerat Hijau

kami bukan tidak mau di mengerti
hanya saja terkadang langit yang biru pun bisa dengan cepat berganti kelabu
lebih-lebih kami mahluk berwatak (tak ingin ada keabadian dalam diri kami)
kami sudi berjalan seperti udara memenuhi ruang juga seperti air yang mengalir
mengikuti sang muara yang berujung entah

akan tetapi jiwa kami masih menentang untuk segala panutan yang bukan kami tuju
kami memang masih menerawang langkah menuju makna hidup yang belum kami pahami
kami selalu sadar bahwa kami hanya bisa mencuri makna dari pergelutan kami dengan waktu
dan itulah yang menjadi bekal perjalanan selama ini
mensiasati kebodohan kami dengan mencari pengetahuan pada ruang-ruang yang kami singgahi

tolong jangan salah dimengerti
sungguh kami tidak bermaksud pongah
jika kami mencari sendiri artian
siapa diri kami
untuk apa kami
di bumi ini

itu saja!!!!


=> ahhh masing-masing manusia kan punya prinsip
; buruk dan baik prinsip kan resiko bagi yang menjalani
gtu aja lah ya!!!!
ribet kali!!

untukmu : hujan  

Penyerat Hijau

kali ini musimmu kembali
datang setiap hari tanpa permisi

seperti bernostalgia pada derai-derai mu itu
mencurahkan lagi cerita tentang cinta
tentang kencanmu dengannya yang selalu
jika bertemu denganmu entah bagamana kapan dan dimana saja
kau tahu benar dia begitu suka denganmu
suara, aroma, ricik lembut dan derasmu sangat ia cintai, aku pun tahu
pun dia mengajakku untuk menyukaimu
dan kusukai kamu karena aku mencintainya

semenjak sosoknya pergi
benci mulai hinggapiku
rasa suka kepadamu tak lagi kupunyai
sebab pertemuan denganmu
aku menjumpai rindu yang teramat kepadanya
dan aku tak sukai hal itu
sungguh tak lagi ku mau mencintainya
pun menyukaimu

pagi ingkar lagi  

Penyerat Hijau

pagi telat lagi atau mungkin takan datang
keduluan mendung yang menggulung awan biru
sudah berkali-kali berapa hari terakhir ini

tak lama kemudian
tibalah
gerimis
sesekali dia tertawa

memandangku penuh suka
yang mondar-mandir dari balik jendela
sambil merengut dan bersungut
sebab pagi ingkari janji lagi
antarkan ku langkahkan kaki
hari ini

senyuman-ku  

Penyerat Hijau

dalam sebuah senyuman
seraut rupa belum juga kabur
berdiam di sana menghangatinya
dengan dekap sangat erat

setiap kali hujan  

Penyerat Hijau

tak pernah ada sajak tercipta oleh jemari
ketika langit menjatuhkan hujan
tanpa kira yang pasti kapan henti

sebait kalimat bersandarkan kertas
terpekur sepi pada ruang
pandangi butir-butir hujan
berselaput kenangan
tentang senandung hujan kala lalu
tetesannya merayapi dinding renung
dan membentuk genangan yang dalam
pada pelataran

hujan baginya tak pernah ruahkan imaji
hanya gelayutkan mendung disetiap huruf
dan rindu yang tak terbendung pada sajak
setiap kali hujan jatuh turun ke bumi

proses lahir "Sebuah kenangan tentang hujan"  

Penyerat Hijau

capedech_bgt: mb.nis
capedech_bgt: mbok bkin puisi
capedech_bgt: perempuan benci hujan
pikanisa: wooohhh
pikanisa: kebencian karena?
capedech_bgt: karena perempuan pernah punya lelaki yang begitu menyukai hujan,
pikanisa: hooooo
pikanisa: lelaki yang dulu disukai, tapi trus ninggalin dia gitu?
capedech_bgt: ya intinya hujan itu sebagai kenangan yang tidak si sukai bagi si perempuan
pikanisa: aq baru2 ini bikin Lanskap Kabut
capedech_bgt: iya ya
capedech_bgt: ahhh ayolahh
capedech_bgt: bkinkan untuk-aku
pikanisa: aq coba yo kii
capedech_bgt: maksa mode On*
capedech_bgt: dengan tatapan penuh sadis pula*
capedech_bgt: :))
pikanisa: iyoooo
pikanisa: iyooo
pikanisa: ;))
pikanisa: tak gawekne khusus
pikanisa: tapi amit sewu lek be'e bumbu2ne racocok yo ndhuk
capedech_bgt: beresss
capedech_bgt: saya minta mnrt versi mb.nis aja
pikanisa: hoookeeeeee
capedech_bgt: :
pikanisa: gawe sopo ki?;;)
capedech_bgt: untuk aku
capedech_bgt: dan bener2 untuk aku
pikanisa: :

pecinta hujan


sepertinya kulupa tarian hujan
yang kita peraga bersama.

bunyi kecipak sabda telikung awan menggantung
padu padan nada kendang halilintar

kadang sorak sorai panggilan hujan kita ucap bersama

hujaaaannnn…!!
ayolah curah.!!

ahhh semenjak ku lupa
ku letakkan botol-botol di sepanjang jalan
ku tadahi setiap bebulirnya
harap itu jadi botol kenangan tentang hujan,
dan dirimu

setelah semua botol penuh
ku tak segera memanennya
hanya pandangi kaca-kaca

aneh,
aku tidak hanya melupa
namun juga mendengki

Hujan.

pikanisa: sby, 311008

capedech_bgt: oh my god

capedech_bgt: cepet kali bkinya
pikanisa: wocoen sek ki
pikanisa: ini masih kasarannya
capedech_bgt: ora2 iki wes pas
pikanisa: urung tak wenehi judul
pikanisa: judul'e opo yooo?
capedech_bgt: ya sebagai pencipta silakan yang menamai
pikanisa: Sebuah kenangan tentang hujan
capedech_bgt: ya pas mb.nis
capedech_bgt: pas sekali
capedech_bgt: ahhhh
pikanisa: waduhh
pikanisa: temenan ta ki
pikanisa: syukurrrrr....#:-S
capedech_bgt: suwun tenan mb.nis
capedech_bgt: ahhh bagaimana lagi harus ku ucapkan kpadamu
capedech_bgt: terima kasie sebanyak terimakasie yang bisa ku ucap dengan mulutku
pikanisa: gawe sopo se kii
pikanisa: ;))
capedech_bgt: gawe aku
pikanisa: dudu... sumber inspirasi ne
pikanisa: kok malih dadi membenci hujan
capedech_bgt: ahhh masih tentang mata sayu mb.nis
pikanisa: >:D<
capedech_bgt: tar malem paling bakal ada hujan dadakan di kamar..dan aku yakin deres bgt mb.nis
pikanisa: biasanya selalu ada pelangi melengkung di setiap hujan
pikanisa: >:D<
pikanisa: kiii
capedech_bgt: ga tau lah mb.nis
capedech_bgt: aku masih aja ngotakin diri

CUT ^_^

percakapan dengan seorang kawan di surabaya..
dia khusus buatkan puisi permintaan saya seketika itu juga :D
TERIMA KASIH mb.NIS