kupandangi setiap sudut stasiun hiruk
dari jendela kereta yang hendak beranjak
kumpulkan lembar potret duka yang terpajang 
di sepanjang areal 
dengan deru mesin dan lengking peluit yang tertinggal 
seulas senyum sembunyi di gemeratak hati
: perih
airmata menyingkap rindu yang patah 
suara meringkuk di ujung tenggorokan
tersaput nuansa biru sebuah sampah masa
perjumpaan dengan benda, ruang, juga panorama
yang menyimpan tanda mata lampau
adalah sesi tersukar bagi penyembuhan dada kiriku 
sebab selalu saja seribu mata pisau-mu 
menikamku tanpa babibu
190209
	This entry was posted
	on 11.26
	and is filed under  
	
Dalam tulisan
	.
	
	You can leave a response
	and follow any responses to this entry through the 
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
.
	


0 Tanggapan